Makalah KOMPONENE-KOMPONEN HADITS

KOMPONEN-KOMPONEN HADITS
Disusun
untuk Memenuhi Tugas Pembuatan Makalah
Mata Kuliah Agama 1

Disusun Oleh :
Imroatul Habibah
|
(xxxxxxxx3553)
|
Koko Arif Vianto
|
(xxxxxxxxx555)
|
Nita Saviani
|
(xxxxxxxx3566)
|
Program Studi
|
Pendidikan Agama Islam
|
Fakultas
|
Tarbiyah dan Ilmu Keguruan
|
UNIVERSITAS ISLAM NAHDLATUL ULAMA’
(UNISNU) JEPARA
TAHUN 2016
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum
warahmatullahi wabarakatuh.
Segala puji bagi Allah yang telah memberikan
kami kemudahan sehingga dapat menyelesaikan makalah ini. Tanpa pertolongan-Nya
mungkin kami tidak akan sanggup menyelesaikannya dengan baik. Shalawat dan
salam semoga terlimpah curahkan kepada baginda tercinta kita yakni Nabi
Muhammad SAW.
Makalah ini dibuat dalam rangka memenuhi tugas Presentasi tentangKomponen-Komponen
Hadits. Dalam suatu harapan mendapatkan wawasan tentang
ha-hal yang menjadi isi atau komponen hadits.
Semoga makalah ini dapat
memberikan pengetahuan yang lebih luas kepada pembaca. Tak ada gading
yang tak retak. Dan banyak sekali kelemahan dari penulisan makalah ini. Serta
banyak pula kesalahan yang tidak bisa kami hindarkan. Mohonlah sekiranya
dimaafkan. Karena semua yang baik datangnya dari Allah SWT, dan apa yang khilaf
dari kita sebagai manusia. Maka kritik, dan saran membangun sangat kami
perlukan untuk perbaikan.
Wassalamu’alaikum
warahmatullahiwabarakatuh
Jepara, 18 Desember 2016
|
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR ……………………………………………...
|
i
|
DAFTAR
ISI ……………………………………………………….....
|
ii
|
BAB
I (PENDAHULUAN)
|
|
A. LATAR
BELAKANG ………………………………………...
|
1
|
B. RUMUSAN
MASALAH …………………………………….
|
1
|
C. TUJUAN ……………………………………………………...
|
1
|
BAB
II (PEMBAHASAN)
|
|
A. KOMPONEN
HADITS ………………………………………
|
2
|
B. SANAD …………………………………………… … ………
|
3
|
C. MATAN …………………………………………………….
|
7
|
D.
MUKHARRIJ atau PERAWI …………………………………
|
8
|
BAB
III
|
|
A. KESIMPULAN ………………………………………………..
|
10
|
B. SARAN ………………………………………………………..
|
10
|
C.
PENUTUP ……………………………………………………
|
10
|
DAFTAR
PUSTAKA ………………………………………………...
|
11
|
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
LATAR
BELAKANG
Sanad dan matan merupakan dua unsur
pokok hadist yang harus ada pada setiap hadist. Suatu berita tetang Rasulullah
SAW (matan) tanpa ditemukan rangkaian atau susunan sanadnya, maka tidak bisa
disebut hadist, sebaliknya, jika susunan sanadnya bersambung sampai rasul,
namun tidak ada berita yang dibawanya, juga tidak bisa disebut hadist. Sebagai
dua unsur pokok hadist, sangat diperlukan setelah rasul wafat.
Dan untuk mengetahui lebih mendalam
tentang apa itu unsur-unsur hadist dan kaitan lainnya yang berhubungan dengan
unsur-unsur hadist seperti rawi. Maka, kami berniat untuk mengkaji makalah
dengan tema “struktur hadist(komponen –komponen hadist, sanad, matan, rawi dan
kedudukan sanad dan matan hadist)”.
B.
RUMUSAN
MASALAH
Dari latar belakang di atas maka dapat
diperoleh rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apa saja
komponen-komponen hadist?
2. Apa yang dimaksud
dengan sanad ?
3. Apa yang dimaksud
dengan matan?
4. Apa yang dimaksud
dengan rawi ?
C.
TUJUAN
Dari perumusan masalah diatas maka diperoleh tujuan
pembuatan makalah sebagai berikut :
1. Untuk mengetahui
komponen-komponen hadist
2. Untuk mengetahui
definisi sanad
3. Untuk mengetahui
definisi matan
4. Untuk mengetahui
definisi rawi
BAB II
PEMBAHASAN
A. KOMPONEN
HADITS
Secara
struktur, hadist terdiri atas tiga komponen yaitu[1]:
1. Sanad atau isnad (rantai penutur)
2. Matan (redaksi hadist)
3. Rawi (mukharij)
Contoh
dari hadist yang memuat dari ketiga unsur tersebut :
حَّدَّ ثنا مُحَمَّدُ بْنُ اْلُمثَنَّى قَا لَ: حَدَّ ثَنَا عَبْدُ
اْلوَهَا بِ الَّثَقِفيُّ قَا لَ : حَدّثَنَا أَيُّوْبَ عَنْ اَبِى قِلاَ بَةَ
عَنْ أَنَسٍ بْنِ مَا لِكٍ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ صلى الله عليه
وسلم قَا لَ: ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ فِيْهِ وَجَدَ حَلاَ وَةَ الْإ يْمَا نِ, أَ نْ يَكُوْ
نَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ أَحَبَّإِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ
اْلمَرْءَ لَا يُحِبُّهُ إِلآَّ لِلّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ أَنْ يَعُوْدَ فِى
الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَ فَ فِى النَّاِر. (روه اه
البخارى)
Telah meriwayatkan kepada kami
Muhammad Al-Mutsniy, katanya “ Telah meriwayatkan kepada kami Abdul Wahab
Al-Tsaqafiy, katanya,telah meriwayatkan kepada kami Ayyub dari Qilabah dari
Anas dari Nabi SAW. Bahwa beliau bersabda,ada ketiga hal, yang bila ketiganya
ada pada diri seseorang, orang itu akan merasakan manisnya iman. Hendaknya
Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya. Hendaknya ia
mencintai orang (lain) hanya karena Allah. Dan hendaknya ia membenci kembali
kepada kekafiran sebagaimana kebenciannya bila dilemparkan kepada neraka.” (HR. Bukhari)
Dari hadist tersebut, dapat dilihat
bahwa hadis tersebut terdiri daritiga komponen. Yaitu :
1. Sanad
حَّدَّ ثنا مُحَمَّدُ
بْنُ اْلُمثَنَّى قَا لَ: حَدَّ ثَنَا عَبْدُ اْلوَهَا بِ الَّثَقِفيُّ قَا لَ :
حَدّثَنَا أَيُّوْبَ عَنْ اَبِى قِلاَ بَةَ عَنْ
أَنَسٍ بْنِ مَا لِكٍ رَ ضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنِ
النَّبِيِّ صلى الله عليه وسلم
Telah
meriwayatkan kepada kami Muhammad Al-Mutsniy, katanya “ Telah meriwayatkan
kepada kami Abdul Wahab Al-Tsaqafiy, katanya,telah meriwayatkan kepada kami
Ayyub dari Qilabah dari Anas dari Nabi SAW.
2. Matan
Matan dari Haditsdiatas adalah:
ثَلاَثٌ مَنْ كُنَّ
فِيْهِ وَجَدَ حَلاَ وَةَ الْإ يْمَا نِ, أَ نْ يَكُوْ نَ اللهُ وَرَسُوْلُهُ
أَحَبَّإِلَيْهِ مِمَّا سِوَاهُمَا وَأَنْ يُحِبَّ اْلمَرْءَ
لَا يُحِبُّهُ إِلآَّ لِلّهِ وَأَنْ يَكْرَهَ
أَنْ يَعُوْدَ فِى الْكُفْرِ كَمَا يَكْرَهُ أَنْ يُقْذَ فَ فِى النَّاِر
Ada ketiga hal, yang bila
ketiganya ada pada diri seseorang, orang itu akan merasakan manisnya iman.
Hendaknya Allah dan Rasul-Nya lebih ia cintai daripada selain keduanya.
Hendaknya ia mencintai orang (lain) hanya karena Allah. Dan hendaknya ia
membenci kembali kepada kekafiran sebagaimana kebenciannya bila dilemparkan
kepada neraka.
3. Rawi
(روه
اه البخارى)
Riwayat Bukhari
B. SANAD
1.
Pengertian
Sanad
Sanad menrut bahasa adalah المعتمد : sesuatu yang dijadikan
sandaran, pegangan, dan pedoman. Menurut istilah ahli hadist ialah[2] :
سلسلة الرجال الموصلة الى المتن
Mata rantai para perawi hadist yang menghubungkan sampai kepada matan hadist.
Dalam
bidang ilmu hadist, sanad itu merupakan salah satu neraca yang menimbang shahih
atau dhaifnya suatu hadist. Andaikata salah seorang dalam sanad ada yang fasik
atau tertuduh dusta atau jika setiap pembawa berita dalam mata rantai sanad
tidak bertemu langsung (muttashil), maka hadist tersebut dhaif sehingga tidak
dapat dijadikan hujjah. Demikian sebaliknya jika para pembawa hadist tersebut
orang-orang yang cakap dan cukup persyaratan, yakni adil, takwa, tidak fasik,
menjaga kehormatan diri (muru’ah), dan memiliki daya ingat yang kredibel,
sanadnya bersambung dari satu periwayat kepada periwayat lain sampai kepada
sumber berita pertama, maka hadisnya dinilai shahih.
Sanad ini sangat penting dalam hadist, karena hadist itu terdiri dari
dua unsur yang secara integral tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lain,
yakni matan dan sanad. Hadist tidak mungkin terjadi tanpa sanad, karena
mayoritas hadist pada masa nabi tidak tertulis sebagaimana Al-qur’an dan
diterima secara individu (ahad) tidak secara mutawatir. Hadist hanya
disampaikan dan diriwayatkan secara ingat-ingatan dan hafalan-hafalan sahabat
yang handal. Disamping hiruk pikuk para pemalsu hadist yang tidak bertanggung
jawab. Oleh karena itu, tidak semua hadist dapat diterima oleh para ulama’
kecuali telah memenuhi kriteria yang ditetapkan, diantaranya disertai sanad
yang dipertanggungjawabkan keshahihahnnya. Para ulama’ memberikan berbagai
komentar tentang pentingna sanad, antara lain[3] :
a. Muhammad bin Sirin (w. 110 H/728 M) berkata :
ان هذا العلم دين فانظروا عمّن تأخذون دينكم
Sesungguhnya ilmu ini (hadis) adlah agama, perhatikanlah
dari siapa kamu kamu mengambil agamamu itu.
b. Abdullah bin Al-Mubarak (w. 181 H/797 M)
berkata :
الإسناد من
الدين ولولا الإسناد لقال من شاء ما شاء
Sanad itu bagian dari agama, jika tidak ada sanad maka
siapa saja dapat mengatakan apa yang dikehendakinya
c. Az-zuhri setiap menyampaikan hadist disertai
dengan sanad dan mengatakan :
لا يصلح أن يرقى السطح إلا بدرجته
Tidak layak naik ke loteng/ atap rumah kecuali dengan
tangga.
Maksud tangga adalah sanad, jadi seseorang tidak mungkin akan sampai
kepada Rasulullah dalam periwayatan hadist melainkan harus melalui sanad.
Pernyataan diatas memberikan petunjuk, bahwa apabila
sanad suatu hadist benar-benar dapat dipertanggungjawabkan keshahihannya, maka
hadist itu pada umumnya berkualitas shahih dan tidak aada alasan untuk
menolaknya.
2. Lambang Periwayatan
Penyandaran berita
yang dilakukan oleh setiap pembawa berita dalam mata rantai sanad menggunakan
ungkapan kata-kata yang melambangkan pertemuan langsung (muttashil) atau
tidaknya yaitu misalnya :
حدثنا / حدثنى , أخبرنا / أخبرنى , أنبأنا /
أنبأنى .
Memberitakan kepada kami/memberitakan
kepadaku, mengabarkan kepada
kami/ mengabarkan kepadaku, memberitakan kepada kami/memberitakan
kepadaku.
Ketiga ungkapan penyampaian periwayatan hadist (ada’) diatas pada
umumnya digunakan dalam keadaan jika seorang periwayat mendapatkan hadist
secara langsung dan bertemu langsung dari seorang gurunya. Hanya bedanya jika
menggunakan kata haddats/na berarti penerimaan (tahammul) secara
berjama’ah dan haddatsa/ni bermakna bahwa penerimaanya sendirian. Secra
umum memang ungkapan kata-kata periwayatan diatas diartikan sama yaitu bertemu
langsung. Namun, kemudian masing-masing mempunyai metodologis yang khusus,
misalnya sebagai berikut [4]:
a. Lambang periwayatan سمعت / حدثنى / حدثنا dipergunakan dalam
metode As-sama’ (السماع) artinya seorang murid
mendengarkan penyampaian hadist dari seorang guru (Syaikh) secara langsung.
Guru membaca murid mendengarkan bacaanya. Dis sini nampaknya guru lebih aktif,
tetapi muridpun dituntut lebih aktif, karena mereka dituntut mampu menirukan
dan hafal apa yang ia dengar dari guru. Hadist yang menggunakan lambang
periwayatan tersebut dalam segala tingkatan sanad berarti bersambung
(muttashil), masing-masing periwayat dalam sanad bertemu langsung dengan
Syaikhnya.
b. Lambang periwayatan أخبرنى / أخبرنا dipergunakan dalam metode Al-qira’ah atau
Al-ardh (القرأة أو العرض) artinya seorang murid membaca atau yang lain ikut
mendengarkan dan didengarkan oleh seorang guru. Guru mengiyakan jika benar dan
meluruskan jika terjadi kesalahan. Dalam dunia pesantren, metode ini dikenal
dengan metode sorogan yang diartikan murid mengajukan/menyodorkan bacaannya di
hadapan guru dan guru mendengarkan bacaannya, jika benar dibenarkan dan jika
salah diluruskan. Metode ini juga dihukumi muttashil (bertemu langsung) antara
murid dan guru.
c. Lambang periwayatan أنبأنى / أنبأنا dalam metode ijazah (الإجازة) seorang guru
memeberikan izin periwayatan kepada seorang atau beberapa orang muridnya. Murid
yang diberi ijazah untuk menyampaikan periwayatan tidak sembarang murid, akan
tetapi hanya murid-murid tertentu yang memiliki kemampuan untuk melakukan hal
tersebut. Hadist ang disampaikan dengan metode ijazah adalah hadist-hadist yang
telah terhimpun dalam kitab-kitab hadist. Oleh karena itu, pengijazahan itu
tampaknya hanya merupakan tali pengikat antara guru dan murid semata. Kualitas
hadist terpulang kepada periwayatan antara guru dengan periwayat sebelumnya
atau naskah yang diijazahkan.
d.
Lambang periwayatan لى قال : ia berkata padaku atau ذكر لى : ia menyebutkan
kepadaku dipergunakan dalam menyampaikan hadist metode sama’
Al-Mudzakkarah artinya murid
mendengar bacaan guru dalam kontek mudzakaroh bukan dalam kontek menyampaikan
periwayatan yang tentunya tidak siap kedua belah pihak. Berbeda dalam konteks ada’
(menyampaikan periwayatan) kedua belah pihak telah siap untuk memberi/ menyampaikan
dan menerima hadist.
e.
Lambang periwayatan عن : hadist yang diriwayatkan
menggunakan kata ‘an = disebut hadist mu’an’anah jumhur ulama’ dapat diterima
asal periwayatnya tidak mudallis (menyimpan cacat) dan dimungkinkan adanya
pertemuan dengan gurunya. Jika tidak memenuhi dua persyaratan ini maka tidak
dihukumi muttashil.
Dari sanad keluarlah kata Isnad, menurut bahasa isnad
keluar dari kata :
أسند يسد اسناد artinya “menyandarkan”. Dan
menurut istilah ialah :
رفع الحديث الى قائله :
Mengangkat
hadist kepada yang mengatakannya, atau yang menukilnya.
Ath-Thibi mengatakan bahwa sanad dan isnad berdekatan maknanya, karena
penghafal hadist dalam menshahihkan hadist dan mendhaifkannya berpegang kepada sanad
itu. Ibnu Jam’ah mengatakan bahwa para muhaddist memakai kata isnad dan sanad
untuk satu pengertian. Dari kata sanad timbul pula istilah musnad dan musnid.
Orang yang menerangkan hadist dengan sanadnya, dinamai Musnid. Sedangkan
musnad memiliki 3 pengertian :
1) Hadist yang diterangkan sanadnya sampai Nabi,
disebut hadist musnad.
2) Sesuatu kitab hadist yang pengarangnya
mengumpulkan segala hadist yang diriwayatkan oleh seorang sahabat dalam satu
bab dan yang diriwayatkan oleh seorang sahabat lain dalam bab yang tersendiri
pula, seperti Musnad Imam Ahmad.
3) Hadist yang sandarannya bersambung (muttashil)
kepada Nabi (marfu’)
Demikian ragam pengertian musnad yang bergantung pada konteks penggunaan
istilah kata tersebut bisa jadi nama proses sebuah periwayatan hadist yang
sampai kepada Nabi secara bersambung sanadnya atau nama sebuah kitab hadist
yang dihimpun dengan menggunakan tehnik mengedepankan nama para sahabat sebagai
sanada pertama.
C. MATAN
Kata matan atau al-matan menurut bahasa
berarti : keras, kuat, sesuatu yang nampak dan yang asli. Dalam bahasa arab
dikatakan :
ما ارتفع و صلب من الأرض : Tanah tinggi dan keras
متن الكتاب : Kitab asal ( yang
diberikan syarah/penjelasan)
Dalam perkembangan karya penulisan ada matan dan ada syarah. Matan
disini dimaksudkan karya atau karangan asal seseorang yang pada umumnya
menggunakan bahasa yang universal, padat, dan singkat. Sedangkan syarahnya
dimaksudkan penjelasan yang lebih terurai dan terperinci. Dimaksudkan dalam
konteks hadist, hadist sebagai matan
kemudian diberikan syarah atau penjelasan yang luas oleh para ulama’ misalnya
Shahih Al-Bukhori disyarahkan oleh Al-Ashqalani dan lain-lain.
Menurut istilah , matan adalah :
ما ينتهى اليه السند من الكلام : sesuatu
kalimat setelah berakhirnya sanad.
Definisi lain menyebutkan :
ألفاظ الحديث التى تقوم بها معانيه : beberapa lafadz hadist yang membentuk beberapa
makna.
Berbagai redaksi definisi matan yang diberikan
para ulama’ tetapi intinya sama yaitu materi atau isi berita hadist itu sendiri
yang datang dari Nabi. Matan hadist ini sangat penting karena yang menjadi
topik kajian dan kandungan syarat Islam untuk dijadikan petunjuk dalam
beragama.[5]
D. MUKHARRIJ ATAU PERAWI HADITS
Kata mukharrij isim fail (bentuk pelaku) dari
kata takhrij atau istikhraj dan ikhraj yang dalam banasa
diartikan : menampakkan, memgeluarkan dan menarik. Maksud mukharrij adalah
seseorang yang menyebutkan suatu hadist dalam kitabnya dengan sanadnya. Dr.
Al-Muhdi menyebutkan : Mukharrij adalah penyebut periwayat seperti Al-Bukhori.
Misalnya jika suatu hadist mukharrijnya Al-Bukhori berarti hadist tersebut
dituturkan oleh Al-Bukhori dalam kitabnya dengan sanadnya. Oleh karena itu,
biasanya pada akhir periwayatan suatu hadist disebutkan اخرجه البخارى hadist ditakhrij oleh Al-Bukhori dan seterusnya.
Kata perawi atau Ar-rawi dalam bahasa arab,
berasal dari kata riwayah berarti memindahkan dan menukilkan. Yakni memindahkan
atau menukil suatu berita dari seseorang kepada orang lain. Dalam istilah
Ar-rawi adalah orang yang meriwayatkan atau orang yang menyampaikan periwayatan
hadist (ada’ al-hadist) dari seorang guru kepada orang lain yang terhimpun
kedalam buku hadist. Untuk menyatakan perawi suatu hadist dikatakan dengan kata
رواه البخارى hadist diriwayatkan oleh Al-Bukhory.
Sebenarnya antara sanad dan para perawi
merpakan dua istilah yang tidak dapat dipisahkan karena sanad hadist pada
setiap generasi (thabaqat) terdiri dari para perawi. Mereka adalah orang-orang
yang menerima dan meriwayatkan atau memindahkan hadist dari seorang guru kepada
murid-muridnya atau teman-temannya. Kemudian para perawi yang menghimpun hadist
kedalam suatu kitab tadwin disebut dengan perawi dan disebu dengan mudawwin
(orang yang menghimpun dan membukukan hadist). Demikian juga ia disebut
mukharrij, karena ia menerangkan para perawi dalam sanad dan derajat hadist itu
kedalam bukunya.[6]
BAB III
A.
KESIMPULAN
Secara struktur, hadist terdiri
atas tiga komponen yaitu:
1. Sanad atau isnad (rantai penutur)
2. Matan (redaksi hadist)
3. Rawi (mukharij)
Sanad menrut bahasa adalah المعتمد : sesuatu yang dijadikan
sandaran, pegangan, dan pedoman. Menurut istilah ahli hadist ialah :
سلسلة الرجال الموصلة الى المتن
Mata rantai para perawi hadist yang menghubungkan sampai kepada matan hadist.sedangkan
matan adalan isi/lafadz hadits, dan Rawi adalah orang yang meriwayatkan Hadits.
B.
SARAN
Sebagai calon
Pendidik tentunya kita harus mengetahui tentang hal hal yang harus ada
dalamAlqur’an dan Hadits
C.
PENUTUP
Penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat dalam pembuatan
makalah ini, dan semoga makalah ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya.
Kekurangan tentunya ada dalam pembuatan makalah ini, maka dari itu penulis
senantiasa berlapang dada menerima bimbingan dan arahan serta kritik dan saran
yang membangun demi perbaikan karya-karya berikutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Agus Suyadi,Ulumul
Hadist, (Jawa Barat : CV Pustaka Setia, 2009)
Dr.H.Abdul Majid Khon,M.Ag, Ulumul Hadits.Sinar Grafika.Jakarta. 2009.
Komentar
Posting Komentar